Selasa, 05 Agustus 2008

Mana hiburan bermutu di tanah air kita?

Berkembangnya dunia hiburan pada saat ini memicu tampilnya penghibur tanpa kemampuan yang baik. Contohnya, dunia perfilman kita tetap kalah dengan film Hollywood atau Bollywood. Kenapa? Salah satunya ‘MODAL’ berupa biaya produksi dan artis yang tidak memiliki kemampuan akting (hanya cakep dan populer). Sayangnya, masyarakat kita tidak kritis dalam memanfaatkan uangnya untuk menonton. Pengusaha film kitapun kurang kuat dalam berkonsep.

Parahnya, para pengusaha perfilman kita pun menganggap sah saja dengan menyajikan tontonan ala kadar (dengan artis instan, minim artis berkarakter) yang penting uang berputar...

Coba kita lihat artis India. Mereka punya kemampuan akting – menari – menyanyi, bahkan belajar bela diri. Bekalnya sebagai artis sangat lengkap. Sehingga film dan namanya bisa menembus pasar dunia. Begitupun film Cina yang mengeksplore bela diri sebagai identitas film produksi mereka. Mereka punya artis yang tidak kacangan. Lalu kapan kita bisa menembus pasar dunia, jika kita puas dengan yang hanya sekedarnya? Bagaimana perfilman kita bisa berjaya di dunia internasional? Setidaknya, bagaimana kita mampu bersaing di era globalisasi ini di negri sendiri?

Disamping perfilman, dunia pertunjukkan tari kita dipenuhi orang yang asal ‘berani’ goyang. Klub-klub malam diserbu, karena menampilkan penari seronok (yg gak tau bedanya sexy dan murahan). Kenapa? Karena penari yang memiliki skill sulit ditemui. Akhirnya, kita cukup boleh puas menyaksikan beragam hiburan tanpa mendapat hiburan dari penampil yang punya kemampuan baik.

Persepsi menjadi ‘choreographer’ pun, jadi sama dengan ‘penata gerak’. Semua orang mengklaim dirinya dengan mudah sebagai “choreographer” tanpa pernah mengalami pendidikan yang benar, tanpa tau bedanya jobdesk seorang choreographer dan penata gerak. Sehingga banyak penata gerak (secara otodidak) berani menggarap acara (choreographer adalah orang yang mampu dan mengetahui seluruh seluk beluk konsep panggung – lighting – sound – teknik gerakan – teknik akting – sistematis kerja tim - dll. Sedangkan penata gerak hanyalah mengajarkan gerakan). Kesalahan persepsi dalam membedakan choreographer dengan penata gerak inilah yang menyebabkan hiburan bisa tidak sukses (dalam arti sesungguhnya). Malah ada berani menyatakan dirinya sebagai show director, namun membuat rundown (misalnya rundown broadcast) pun tak mampu. Nelangsa sekali dunia pertunjukkan kita.

Jika memang kita suka yang ala kadarnya, buat apa kita belajar banyak? Yuk, ramai-ramai menjadi instan lalu ‘hilang dalam waktu sesaat’, tanpa pernah memiliki/ mengetahui mutu yang baik dan tanpa tau pendidikan apapun. Kalau sudah begini, sia-sia usaha para pakar seni kita untuk memajukan hiburan yang bermutu di tanah air

Tidak ada komentar: